Tradisi Nyapih Masyarakat Jawa



Tradisi Nyapih

(Pelatihan Mandiri)






            

Nyapih adalah tradisi tradisi untuk ibu-ibu yang menyusui anaknya. Tradisi ini masih melekat dan dilestarikan masyarakat Jawa, begitupun di daerah sekitar saya sebagai bagian penting dalam fase kehidupan seorang anak.

1.      Nyapih dan Do’a Keselamatan Yang Disapih

Istilah nyapih berasal dari kata “sapih” yang berarti pisah atau memisahkan. Maksudnya, seorang ibu harus menghentikan sang anak untuk minum ASI (air susu ibu) karena si anak sudah tidak memerlukannya lagi. Dalam budaya Jawa, ada tradisi atau ritual –ritual khusus pada saat ibu nyapih. Hal ini bertujuan agar anak selamat, sehat, dan tidak ada mara bahaya yang akan menimpanya.

Adapun beberapa perlengkapan untuk acara nyapih adalah sebagai berikut:

1.      Ketupat yang dibelah dan di dalam isinya diberi abon.

2.      Bekatul yang dibentuk bulat-bulat kecil seperti bola-bola kecil, lalu dikukus.

3.      Kembang boreh (bunga cempaka putih, melati, dan mawar putih) dengan ditambah boreh ( parutan dua macam rempah, yaitu dlengo dan bengle).

4.      Tujuh tumpeng kecil.

5.      Daun Jati yang ditaruh tengkurap.

6.      Minyak tanah yang diletakkan di bawah ranjang (tempat tidur).

7.      Telur ayam mentah.

8.      Daun pisang yang disobek-sobek, lalu diikat dengan tali (pada saat menalikan daun pisang diiringi doa dalam hati agar anak yang disapih tidak rewel).

Pada waktu malam hari, anak yang disapih dibawa keluar rumah, lalu kepalanya ditempelkan pada batang pohon pisang raja. Setelah lima hari anak yang disapih dibuatkan bubur yang kemudian dijual kepada anak-anak tetangga. Sebagai pengganti uang, anak-anak tetangga harus membayar menggunakan pecahan genting. Kemudian, pecahan genting tersebut dikumpulkan dan dilarung (dihanyutkan) ke sungai terdekat.

Rangkaian upacara nyapih anak juga diikuti dengan kenduri. Biasanya, kenduri dilakukan pada malam hari dengan mengundang bapak-bapak atau pemuda yang berdomisili disekitarnya. Bapak-bapak ini dimohon untuk ikut kenduri sebagai upaya minta dukungan doa bagi anak yang disapih agar tidak rewel, selalu sehat, dan terhindar dari mara bahaya.

2.      Pemandirian Anak dari Ketergantungan kepada Orang Tua

Saat masih kecil, anak-anak sangat tergantung kepada orang tua, tetapi tentu tidak selamanya. Satu saat, ia harus bisa mandiri. Nyapih termasuk salah satu upaya orang tua untuk melatih anak agar mandiri. Tradisi ini sudah diwariskan secara turun temurun dari nenek moyang atau para leluhur Jawa kepada generasi sesudahnya.

Anak yang masih tergantung kepada orang tua untuk memenuhi kebutuhan hidupnya di ibaratkan masih ngempeng (menetek). Ini merupakan hal wajar bagi bayi dan anak-anak yang belum disiplin, namun  menjadi tidak wajar jika sudah dewasa.

Nyapih merupakan tradisi Jawa yang selalu mengingatkan kepada kita bahwa anak, orang tua, dan masyarakat umum harus bisa memposisikan diri pada tempatnya masing-masing. Seorang anak harus bisa mandiri setelah menginjak dewasa dan berkeluarga. Orang tua harus selalu menanamkan sikap mandiri kepada anak-anaknya supaya ketika dewasa tidak lagi menggantungkan nasib dan hidupnya kepada orang tua. Masyarakat umum pun juga harus selalu ingat bahwa apapun yang terjadi, seorang anak pasti akan memisahkan diri dari orang tua, dalam arti lain tidak tergantung secara ekonomi dan perilaku kehidupannya lainnya.

Proses nyapih siharapkan akan terjadi secara wajar dan baik-baik saja. Namun, pada kenyataannya sering ditemukan kendala yang berbeda-beda pada setiap anak. Ada anak Aung begitu disiplin langsung bisa minum tanpa teringat lagi pada ASI. Namun ada juga yang bisa lupa pada ASI, tetapi diganti dengan dot atau dalam bahasa Jawa disebut kemplang. Terkadang, ditemukan kasus yang unik terkait dengan dot ini. beberapa anak justru kecanduan dan sulit melepaskan dot nya, bahkan hingga masuk SD.

Terjadinya berbagai reaksi yang berbeda pada setiap anak dalam proses nyapih ini menunjukkan bahwa kemandirian seorang manusia setelah dewasa pun berbeda-beda. Ada yang cepat mandiri setelah dewasa ada yang belum bisa langsung mandiri ketika telah berkeluarga, bahkan ada juga yang sudah berkeluarga masih saja tergantung kepada orang tua dalam segi ekonomi.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Analisis Cerpen

Pesona dan Sejarah Candi Sawentar